Minggu, 19 Juni 2011

PEMBERIAN OBAT



PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA MELALUI REKTAL

1. Definisi
Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.
2. Tujuan Pemberian
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik
b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan
3. Persiapan alat
a. Kartu obat
b. Supositoria rectal
c. Jeli pelumas
d. Sarung tangan
e. Tissue
4. Prosedur kerja
a. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah dan dosis
b. Siapkan klien
(1) Identifikasikan klien dengan tepat dan tanyakan namanya
(2) Jaga privasi, dan mintalah klien untuk berkemih terlebih dahulu
(3) Atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal
(4) Tutup dengan selimut mandi dan ekspose hanya pada area perineal saja.
c. Pakai sarung tangan
d. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dari tangan dominan anda.
e. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelakkan sfingter ani
f. Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak
g. Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien
h. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit
i. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi
j. Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya
k. Cuci tangan
l. Kaji respon klien
m. Dokumentasikan semua tindakan


Berdasarkan Penggunaan :
1. Suppositoria rektal.
Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
2. Suppositoria vaginal.
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi. Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.

Berdasarkan basisnya :
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini. Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang disebutkan dibawah ini.
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai formulasi dan keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.
f.       Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan
Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.




































PEMBERIAN OBAT SUBLINGUAL

PERSIAPAN

1.Persiapan Klien
a)Cek perencanaan Keperawatan klien
b)Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

2.Persiapan Alat
a)Obat yang sudah ditentukan
b)Tongspatel (bila perlu)
c)Kasa untuk membungkus tongspatel



PELAKSANAAN

1.Perawat cuci tangan
2.Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkan klien untuk mengangkat lidahnya
3.Meletakan obat dibawah lidah
4.Memberitahu klien supaya tidak menelan obat
5.Perawat cuci tangan
6.Perhatikan dan catat reaksi klien setelah pemberian obat


EVALUASI

- Perhatikan respon klien dan hasil tindakan

DOKUMENTASI

Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perrawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

 

Prinsip Enam Benar dalam Pemberian Obat


Prinsip Enam Benar dalam Pemberian Obat

1.Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !  :x
4.Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
  1. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
  2. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
  3. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
  4. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
  5. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

Cara Penyimpanan Obat

Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
  1. Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
  2. Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
  3. Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.

Kesalahan Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.

Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus, dan lain-lain.
Mengapa Pasien Tidak Patuh dalam Meminum Obatnya ?
  1. Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan pengobatan itu.
  2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
  3. Sukarnya memperoleh obat tersebut di luar rumah sakit.
  4. Mahalnya harga obat.
  5. Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab atas pemberian obat itu kepada pasien.
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien maupun keluarga tentang :
  1. Nama obatnya.
  2. Kegunaan obat itu.
  3. Jumlah obat untuk dosis tunggal.
  4. Jumlah total kali minum obat.
  5. Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu)
  6. Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
  7. Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
  8. Rute pemberian obat.
  9. Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
  10. Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin.
  11. Cara penyimpanan obat, perlu lemari es atau tidak
  12. Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau tidak

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL


PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL/INJEKSI



1. Definisi
Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh atau pembuluh darah dengan menggunakan spuit.
2. Tujuan
a. Untuk mendapatkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain
b. Untuk memperoleh reaksi setempat (tes alergi)
c. Membantu menegakkan diagnosa (penyuntikan zat kontras)
d. Memberikan zat imunologi
3. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan dengan cara :
a. Intradermal (ID)/Intracutan (IC)
1) Pengertian
Injeksi intradermal adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan dermis di bawah epidermis kulit dengan menggunakan spuit.
2) Tujuan
a) Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk diabsorbsi.
b) Metode untuk test diagnostic terhadap alergi atau adanya penyakit-penyakit tertentu
3) Tempat Injeksi
a) Lengan bawah bagian dalam
b) Dada bagian atas
c) Punggung di bawah skapula
4) Peralatan
a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b) Kapas alkohol
c) Sarung tangan
d) Obat yang sesuai
e) Spuit I ml
f) Pulpen/spidol
g) Bak spuit
h) Baki obat
i) Bengkok
5) Prosedur kerja
a) Cuci tangan
b) Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
c) Identifikasi klien
d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e) Atur klien pada posisi yang nyaman
f) Pakai sarung tangan
g) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan.
h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.
i) Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.
j) Buka tutup jarum
k) Tempatkan ibu jari dengan tangan non dominan sekitar 2,5cm dibawah area penusukan, kemudian tarik kulit
°l) Dengan ujung jarum menghadap keatas dan menggunakan tangan dominan, masukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 15
m) Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan adanya jendalan (jendalan harus terbentuk)
n) Cabut jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan
o) Usap pelan-pelan area penyuntikan (jangan melakukan masage pada area penusukan).
p) Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm disekitar jendalan dengan menggunakan pupen. Intruksikan klien untuk tidak menggosok area tersebut
q) Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak. Jika tes alergi, observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit bernafas, berkeringat dingin, pingsan, mual, muntah).
r) Kembalikan posisi klien
s) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
t) Buka sarung tangan
u) Cuci tangan
v) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
w) Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15 menit dan selanjutnya secara periodik.
b. Intramuskular (IM)
1) Pengertian
Injeksi intramuskuler adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan otot dengan menggunakan spuit.
2) Tujuan
Memasukkan sejumlah obat pada jaringan otot untuk diabsorbsi.
3) Tempat Injeksi
a) Pada Daerah Lengan Atas (Deltoid)
b) Pada Daerah Dorsogluteal (Gluteus Maximus)
c) Pada Daerah Paha Bagian Luar (Vastus Lateralis)
d) Pada Daerah Paha Bagian Depan (Rectus Femoris)
4) Peralatan
a) Buku catatan atau pemberian obat
b) Kapas alkohol
c) Sarung tangan disposibel
d) Obat yang sesuai
e) Spuit 2-5 ml
f) Needle
g) Bak spuit
h) Baki obat
i) Plester
j) Kassa steril
k) Bengkok
5) Prosedur kerja
a) Cuci tangan
b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
c) Identifikasi klien
d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e) Atur klien pada posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan
f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan atau rasa gatal
g) Pakai sarung tangan
h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler dan arah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering.
Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.
i) Pegang kapas alkohol dengan jari – jari tengah pada tangan non dominan
j) Buka tutup jarum
k) Tarik kulit ke bawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan non dominan
 dengan tangan dominan, masukkan sampai pada jaringan otot
°l) Dengan cepat masukkan jarum dengan sudut 90
m) Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan menarik plunger.
n) Observasi adanya darah pada spuit
o) Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan
p) Jika ada darah :
(1) Tarik kembali jarum dari kulit
(2) Tekan tempat penusukan selama 2 menit
(3) Observasi adaya hematoma atau memar
(4) Jika perlu berikan plester
(5) Siapkan obat yang baru, mulai dengan langkah a, pilih area penusukan yang baru.
q) Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
r) Jika terdapat perdarahan, maka tekan area tersebut dengan menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.
s) Kembalikan posisi klien
t) Buang peralatan yang tidak diperlukan sesuai dengan tempatnya masing – masing
u) Buka sarung tangan
v) Cuci tangan
w) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
c. Subcutaneous (SC)
1) Pengertian
Injeksi subcutaneous adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan subcutan dibawah kulit dengan menggunakan spuit.
2) Tujuan
Memasukkan sejumlah obat kedalam jaringan subcutan dibawah kulit untuk diabsorbsi.
3) Tempat injeksi
a) Lengan bagian atas luar
b) Paha depan
c) Daerah abdomen
d) Area scapula pada punggung bagian atas
e) Daerah ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas.
4) Peralatan
a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b) Kapas alkohol
c) Sarung tangan
d) Obat yang sesuai
e) Spuit 2 ml
f) Bak spuit
g) Baki obat
h) Plester
i) Kassa steril (bila perlu)
j) Bengkok
5) Prosedur kerja
a) Cuci tangan
b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
c) Identifikasi klien
d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e) Atur klien pada posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan
f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan atau rasa gatal. (area penusukan yang utama adalah pada lengan bagian atas dan paha anterior)
g) Pakai sarung tangan
h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler dan arah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.
i) Pegang kapas alkohol dengan jari – jari tengah pada tangan non dominan
j) Buka tutup jarum
k) Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan
l) Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan dominan
° atau dengan menggunakan sudut 90°masukkan jarum dengan sudut 45 (untuk orang gemuk). Pada orang gemuk jaringan subcutannya lebih tebal
m) Lepaskan tarikan tangan non dominan
n) Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
o) Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan
p) Jika ada darah :
(1) Tarik kembali jarum dari kulit
(2) Tekan tempat penusukan selama 2 menit
(3) Observasi adaya hematoma atau memar
(4) Jika perlu berikan plester
(5) Siapkan obat yang baru, mulai dengan langkah a, pilih area penusukan yang baru.
q) Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
r) Jika terdapat perdarahan, maka tekan area tersebut dengan menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.
s) Kembalikan posisi klien
t) Buang peralatan yang tidak diperlukan sesuai dengan tempatnya masing – masing
u) Buka sarung tangan dan cuci tangan
v) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
d. Intravenous (IV)
1) Pengertian
Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.
2) Tujuan
a) Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral lain.
b) Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan
c) Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar
3) Tempat injeksi
a) Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)
b) Pada tungkai (vena saphenous)
c) Pada leher (vena jugularis)
d) Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
4) Peralatan
a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b) Kapas alkohol
c) Sarung tangan
d) Obat yang sesuai
e) Spuit 2 ml – 5 ml
f) Bak spuit
g) Baki obat
h) Plester
i) Perlak pengalas
j) Pembendung vena (torniquet)
k) Kassa steril (bila perlu)
l) Bengkok
5) Prosedur kerja
a) Cuci tangan
b) Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
c) Identifikasi klien
d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e) Atur klien pada posisi yang nyaman
f) Pasang perlak pengalas
g) Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
h) Letakkan pembendung cm
i) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan.
j) Pakai sarung tangan
k) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.
l) Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.
m) Buka tutup jarum
n) Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan non dominan. Membuat kulit menjadi lebih kencang dan vena tidak bergeser, memudahkan penusukan.
 sejajar vena yang akan ditusuk perlahan dan pasti
°o) Pegang jarum pada posisi 30
p) Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke dalam vena
q) Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan menarik plunger.
r) Observasi adanya darah pada spuit
s) Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan – lahan.
t) Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
u) Tutup area penusukan dengan menggunakan kassa steril yang diberi betadin.
v) Kembalikan posisi klien
w) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
x) Buka sarung tangan
y) Cuci tangan
z) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebi

PEMERIKSAAN FISIK DADA (TORAKS)


 PEMERIKSAAN FISIK  DADA (TORAKS)

Topik :
A. inspeksi dinding dada
B. palpasi dada
C. perkusi dada
D. auskultasi dada

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping

A. INSPEKSI DINDING DADA

1. Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
2. Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan.
3. Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh
4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis

B. PALPASI DADA

1. PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA

1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.
2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.
3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.
4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.
5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .

2. PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA )

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.
6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior.

3. PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA )

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh.(C7)
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.

4. PALPASI IKTUS JANTUNG

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6.
4. Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6. Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis.

5. PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf

6. PALPASI PERNAPASAN DADA

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3. Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga berikutnya
4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari

Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama

7. PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA)

1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang.
2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang/miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4. Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti satu, dua, … dst berulang-ulang
5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus

C. PERKUSI DADA

Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.

1. PERKUSI DADA DEPAN

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.

2. PERKUSI DADA BELAKANG

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang, karena adanya keredupan hati.

3. PERKUSI BATAS PARU DAN HATI

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa .
2. Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis.
3. posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4. Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11.

D. AUSKULTASI DADA

1. AUSKULTASI PARU

Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning,.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

a. AUSKULTASI PARU DEPAN

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan

b. AULKULTASI PARU BELAKANG

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan .
9. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
3. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
4. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan

2. AUSKULTASI DAERAH JANTUNG

1. Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2. Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3. tempelkn kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4. Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6. Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7. Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8. Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi)
9. Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya

PEMBARIAN OBAT MELALUI INTRAKUTAN


PEMBARIAN OBAT MELALUI INTRAKUTAN
A.   Pengertian
Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit,yang di lakukan pada lengan bawah bagian dalam atau di tempat lain yang di anggap perlu.
B.    Tujuan
1.    Melaksanakan uji coba obat tertentu,yang di lakukan dengan cara memasukan obat ke dalam jaringan kulit yang di lakukan untuk tes alergi dan skin test terhadap obat yang akan di berikan.
2.    Memberikan obat tertentu yang pembariannya hanya dapat di lakukan dengan cara di suntik intrakutan,pada umumnya di berikan pada pasien yang akan di berikan obat antibiotic.
3.    Membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.

C.    Persiapan Alat dan Bahan

1.    Catatan pemberian obat
2.    Obat dalam tempatnya
3.    Spuit 1 cc/spuit insulin
4.    Kapas alcohol dalam tempatnya
5.    Cairan pelarut
6.    Bak injeksi
7.    Bengkok
8.    Perlak dan alasnya

D.   Prosedur kerja

Persiapan alat dan klien sama dengan persiapan pada pemberian obat,tetapi di sesuaikan dengan kebutuhan pasien.

1.         Jelaskan prosedur tindakan kepada klien.
2.         Cuci tangan.
3.         Alat-alat di dekatkan di samping klien.
4.         Tentukan area yang akan di barikan obat.
5.         Bebaskan area yang akan di lakukan penyuntikan/injeksi.
6.         Pasang perlak atau pengalas di bawah area yang akan di lakukan injeksi intrakutan.
7.         Ambil obat yang akan di lakukan tes alergi.larutkan atau encerkan dengan cairan pelarut        ( aquades ),ambil 0,55 cc lalu encerkan lagi sampai 1 cc.siapakan pada bak steril (bak injeksi )
8.         Disiinfeksi area yang akan di lakukan penyuntikan dengan kapas alcohol.
9.         Regangkan daerah penyuntikan di kulit dengan tangan kiri.
10.     Lakukan penyuntikan lubang jarum menghadap di atas membentuk sudut 15-20 derajat terhadap permukaan kulit.
11.     Masukan obat sampai terjadi gelembung.
12.     Tarik spuit, jangan lakukan mesase pada area suntikan/injeksi.
13.     Catat reaksi pemberian obat.
14.     Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
15.     Dokumentasikan prosedur pemberian obat atau tes alergi.
PEMBARIAN OBAT MELALUI SUBKUTAN
A.   pengertian
Pemberian obat yang di lakukan dengan suntikan di bawah kulit dapat di lakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan daerah sekitar umbilicus ( abdomen ). pemberian obat melalui subkutan ini umumnya di lakukan dalam program pemberian insulin yang di gunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat dua tipe larutan, jernih dan keruh. Larutan jernih di sebut juga sebagai insulin reaksi cepat  ( insulin regular ). Larutan keruh terjadi karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat atau juga termasuk tipe lambat. Oleh karena itu, apabila pemberian insulin dengan campuran ke dua larutan tersebut, perlu di perhatikan dengan carab mencampurnya. Insulin regular dapat di campur dengan semua jenis insulin lain, sedangkan insulin lente tidak dapat di campur dengan tipe lain kecuali reguler. Saat pencampuran upayakan dalam mengambil larutan, jarum tidak menyentuh jenis larutan yang di campur.

B.    Persiapan Alat dan Bahan

1.         Catatan pemberian obat
2.         Obat dalam tempatnya
3.         Spuit 1 cc/spuit insulin
4.         Kapas alcohol dalam tempatnya
5.         Cairan pelarut
6.         Bak injeksi
7.         Bengkok
8.         Perlak dan alasnya

C.    Prosedur kerja

Persiapan alat dan klien sama dengan persiapan pada pemberian obat,tetapi di sesuaikan dengan kebutuhan pasien.

1.         Jelaskan prosedur tindakan kepada klien.
2.         Cuci tangan.
3.         Alat-alat di dekatkan di samping klien.
4.         Tentukan area yang akan di barikan obat.
5.         Bebaskan area yang akan di lakukan penyuntikan/injeksi.
6.         Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan di berikan. Kemudian, tempatkan pada bak injeksi.
7.         Desinfeksi dengan kapas alcohol.
8.         Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan di lakukan suntikan subkutan.
9.         Lakukan penusukan dengan dengan lubang jarum menghadap ke atas membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit.
10.     Lakukan aspirasi. Bila ada darah, obat jangan di masukan.bila tidak ada darah,obat di masukan perlahan-lahan sampai obatnya habis.
11.     Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol. Spuit bekas suntikan di masukan ke dalam bengkok.
12.     Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
13.     Catat prosedur pemberian obat dan respon pasien/klien.











































Daftar pustaka

Gandasoebrata.  1999.  Penuntun Laboraterium Klinik. Dian Rakyat :Jakarta.
Perry, Anne Grifin. 1994 Pocket Guide To Basic Skills And Procedurs. Third Editions. By Mosby Year Book.
Brenda, Goerdner C.S. Dan Linda Skidmore-Roth. Panduan Tindakan Keperawatan Kritis Praktis. Seri Pedoman Praktis. Jakarta EGC.
Kusyati, Eni, Et Al. 2006. Ketrampilan Dan Prosedur Laboraterium Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC


                                                                                                                         Penulis :